Hari ini aku melihatnya
lagi, lelaki itu selalu duduk di sana memandang hamparan kebun teh yang rindang
bagai permadani. Sungguh sudah sebulan aku memperhatikannya jam 2 tepat dia
sudah duduk di tempat itu, di bangku itu, di bawah pohon jambu itu. Apa dia
tidak merasa bosan melihat setiap sudut kebun itu.
“nis,
ayo..kamu nggak kuliah” sapa Nanda
membuatku
terkejut
“oh..eh
iya” jawabku tergagap
Jam kuliah sudah selesai namun pikiranku
tetap tertuju pada lelaki itu, benar – benar membuat penasaran, apa enaknya sih
duduk hampir 10 jam duduk di bangku itu, ah entahlah...
“ngelamuuun
terus” seloroh Nanda sambil menyenggol bahuku
“eh..siapa
juga yang ngelamun” elakku sambil menyeruput es jeruk favoritku
“alaaaah pake bohong lagi, udah ngaku aja,
ngelamunin siapa sih? Cowok itu tadi ya? tebak Nanda tepat sasaran
“kamu kenal dia?”
tanyaku dengan mata berbinar, mungkin saja Nanda mengenalnya dan tahu mengapa
hampir setiap hari, pukul 2 cowok itu selalu disitu, sehingga aku nggak perlu
lagi penasaran dan memandanginya dari belakang setiap hari
“kenal sih
enggak, lagian juga sebelum kamu pindah kesini dia juga kayak gitu, pasti kamu
mikir dia aneh, nggak ada yang tau apa alasan dia duduk disitu apa cari
pesugihan gitu ya? Sayang banget padahal
cakep tapi kok kelakuannya aneh, eh menurut kamu dia udah punya pacar nggak
ya?”
cerocos Nanda tanpa jeda membuatku
semakin senewen, bagaimana tidak? aku tanya apa, dia nya njawab terus ga pake
titik malah kebanyakan koma,
“idih maunya”
jawabku gemes sambil mencubit hidung mancungnya
“awww..sakit tauk” teriak Nanda sambil mengusap
hidungnya
“salah sendiri
ditanya apa jawabnya ngaco kayak gitu, eh ngerasa nggak sih dia itu
seperti...seperti..emmh menunggu sesuatu” jawabku sambil menerawang jauh
“bisa juga sih,
tapi nunggu siapa?”
“i dont know? Mungkin ceweknya yang lagi
study jauh di belahan negara lain, terus dia nungguin dengan setia-nya sampai
setiap hari dia tetap menunggu..menunggu..dan menunggu”
“huuuu..kebanyakan
nonoton film deh, udah – udah jangan mikir yang enggak – enggak” ledek Nanda
sambil melempar tissu bekas pakai.
# # #
Jam 2 tepat,
hari ini sama seperti hari kemarin , tetap dengan laki – laki yang sama, duduk
dan tetap menerawang kebun itu. Aku pun tetap sama, tetap memandangnya dari jauh,
semakin membuatku penasaran sebenarnya apa yang membuat dia selalu duduk di
bangku itu selama setahun atau mungkin lebih. Ini benar – benar aneh entah
kenapa aku sangat tertarik dengan lelaki itu, padahal selama ini aku nggak
pernah sekalipun tertarik dengan cucu Adam sekalipun itu bintang sekolah.
Semenit..dua
menit..lima menit..tak terasa sudah satu jam aku melihatnya tanpa bosan, tanpa
diduga dia berdiri dari bangkunya berjalan sebentar dan langsung terjatuh, melihat
kejadian itu refleks aku berlari menghampirinya,
“hei...bangun”
teriakku sambil mengguncang – guncang tubuhnya, namun matanya tetap tertutup,
ku pegang pergelangan tangannya masih berdetak namun tidak beraturan mungkin
dia pingsan batinku. Tanpa sadar aku memandang wajahnya, air mukanya tampak
lelah tapi subhanallah ini merupakan lukisan terindah sang pencipta untuk
ciptaannya sungguh tidak ada cela
sedikitpun di wajahnya pipinya,matanya,rambutnya,dan hidungnya sungguh sempurna
Tuhan...ini cowok tampan banget. Sibuk mengamati wajahnya, tanpa kusadari perlahan – lahan dia membuka
matanya, tanpa berpikir panjang aku segera menjauh darinya dan menghentakkan
kepalanya begitu saja di tanah
awwww..”
teriaknya sambil memegangi kepala, pasti sakit pikirku namun apa mau dikata aku
nggak mau di anggap cewek penguntit, dan secepat kilat aku berlari, namun
lagkahku tiba - tiba terhenti, ternyata lelaki itu menarik tanganku,
“Carissa jangan
pergi..aku mohon” ucapnya dengan suara lemah dan terengah – engah
Sedetik aku
membeku melihatnya, aku menatap wajahnya dan baru kusadari dia memiliki
sepasang bola mata biru, sungguh cantik entah apakah itu efek contact lens.Aku
tetap menatapnya, dia pun sepertinya melakukan hal yang sama bahkan lebih
dalam, tapi ups! sekejap mata dia langsung memelukku,
“Carissa..kamu
kemana saja, aku kangen kamu, kamu nggak tau seberapa lama aku nunggu kamu”
ucapnya sambil terisak, , lima detik berlalu aku merasa semua waktu terhenti
saat memandangnya hingga aku sadar akan satu hal, hei! aku bukan Carissa, sadar
semua ini hanya kesalah pahaman yang konyol, segera kulepaskan tangannya dari
tubuhku. Selain aneh dan misterius harusnya kutambah satu sifat untuk
dirinyasinting, ya! sangat sinting mungkin lebih tepatnya. Oh oke, dia tampan,
dan bola matanya biru tapi untuk dipeluk? ah bisa – bisa image cewek murahan menempel permanen di jidatku.
“sungguh, aku
bukan Carissa yang kamu maksud, maaf mungkin kau salah orang” jawabku dengan
wajah memohon, supaya dia benar – benar percaya bahwa aku bukan Carissa. Lagian
Carissa itu siapa sih? Pacarnya?? Atau ah..ini bukan waktu yang tepat
memikirkan itu.
“nggak
mungkin...nggak mungkin..kamu pasti carissa” isaknya sambil terduduk lemas
sambil tetap memandang wajahku yang menandakan bahwa aku bukan carissa, lagian
carissa itu siapa sih?
“maaf aku..aku
hanya..” ucapnya lesu dengan wajah terlengkup
“sudahlah it’s okay” jawabku dengan senyum yang
sedikit memancarkan ketakutanHari sudah sore, hari yang benar – benar keluar
dari rencana awal yang hanya memandangnya dari belakang menjadi acara duduk bersama
dia di bangku ini. Kutunggu hingga dia membuka suara tapi dia tetap terdiam.
# # #
“Aku nunggu
Carissa” tanpa kutanya, akhirnya dia menceritakan sesuatu padaku. Sesaat dia
terdiam, menatapku semenit dan mendesah pelan. Sudah satu bulan aku menemani
Pelangi membawakan dia makan, bercerita ini itu meski akulah yang lebih banyak
bercerita. Sesekali aku memperhatikan wajahnya, terkadang dia tersenyum
mendengar cerita lucu yang aku buat tapi, ah.. andai saja mata biru-nya itu
sedikit lebih bercahaya, pendaran cahaya di matanya redup, selalu seperti itu
sejak aku pertama kali melihat matanya.
Setidaknya aku
mempunyai beberapa fakta tentang dirinya, pertama dia bernama Pelangi, kedua
dia duduk disini menunggu Carissa yang mata, senyum, dan cara bicaranya mirip
sekali denganku, bedanya Carissa tidak memakai jilbab, dan yang ketiga mata
birunya adalah mata asli bukan contact lens, bukankah itu hebat? Beberapa bulan
lalu aku memandangnya, tapi sekarang aku mengetahui tentang dirinya, mungkin
tidak semua tapi lumyanlah.
“Carissa, adalah
cinta terakhirku” lanjutnya bercerita tetap dengan matanya yang kosong
“namun Carissa
sudah tidak ada dia pergi aku yang ngebuat dia pergi dari dunia ini, disana” tunjuknya
ke arah kebun teh, oh oke Carissa tepat seperti
dugaanku Carissa adalah pacarnya, aku tetap termangu memandangnya tiba – tiba
tentu ada sedikit rasa simpati untuk dirinya.
“disana aku bawa
Carissa naik motor, kenceng banget Carissa bilang dia ingin mengejar angin
membuatku memacu motor lebih cepat namun, tiba – tiba semua gelap dan saat
terbangun melihat Carissa sudah meninggal. Dan semua ini gara – gara aku, andai
saja aku tidak ngebut, andai saja. Sungguh, bukan masalah buatku jika Carissa
tidak bersamaku, atau mungkin meninggalkanku, bagiku sudah cukup melihatnya
bisa bernafas” matanya sendu butiran air mata menumpuk di sudut matanya dan
hampir tumpah
“sshhh...kuat
Lang lo harus kuat, ini semua kehendak Allah bukan salah kamu” hiburku sambil
mengusap air matanya berkaca – kaca.
“Nisa...maukah
kau membantuku menemukan lagi semagat hidupku?” ujar pelangi lembut. Suaranya
menggetarkan sel – sel tubuhku. Aku menatapnya, mendapati matanya berkaca -
kaca, bagiku melihat pelangi menahan mati – matian agar air matanya tak jatuh
membuatku begitu memilukan.
Pelangi
merengkuhku. Kali ini aku tidak menolaknya kurasakan kepedihan yang begitu
mendalam terkubur dalam hatinya. Aku menumpahkan semua ari mata kesedihan,
simpati. Aku berharap belum terlambat bagiku menjadi sosok sahabat yang benar –
benar mendukung Pelangi. Aku akan membantunya mengatasi kesedihannya, aku akan
menangis sekarang, tapi di kemudian hari aku akan membantunya. Entah dengan
cara apa, aku belum tahu.
# # #
Sudah sebulan
Pelangi tidak muncul, namun aku tetap menunggunya menunggu di bangku yang sama
dan di jam yang sama,
“ahhhhh..”
dasahku panjang sungguh aku merindukan mata biru itu
“Carissa”
tiba – tiba suara itu memecah keheningan, ah suara itu.. aku menoleh dan
kutemukan sosok Pelangi berdiri di sana. Aku berlari ke arahnya, menubruk
tubuhnya dan segera memeluknya dengan erat.
“apakah
kau serindu itu padaku?” ucapnya sambil tersenyum geli menggodaku, jelas saja
aku langsung melepaskan pelukanku.
“idihh..gr
kamu kemana aja sih, aku khawatir sama kamu, kamu nggak tau rasanya menunggu
disini selama berhari – hari bahkan berbulan – bulan” ucapku sambil memukul
lengannya keras – keras.
“aduh..heihentikan
ini menyakitkan” diraihnya tanganku, dan menarikku ke bangku. Tentu saja aku
nggak sekalipun memandangnya, biar..biar dia tau rasa kesalku yang meluap -
luap.
“sudahlah,
jangan marah ya” rayunya, oh tentu saja aku nggak mempan dengan rayuan yang
seperti itu ayolaah beri aku lebih.
“lagipula aku
tau rasanya” jawabnya sambil mencoba menghadapkan wajahku tepat lurus di
wajahnya.
“rasa
apa?” jawabku dengan nada kesal dan melengos.
“rasanya
menunggu di bangku itu danbukan hanya sebulan tapi hampir beberapa tahun”
ucapnya sambil menyentil hidungku
“oh
tentu, dan apakah ini sebuah pembalasan darimu” sergahku kesal
“Carissa...bukan
begitu” matanya yang biru terlihat layu, memohon untuk di maafkan
“berhenti
memanggilku Carissa” sergahku kasar, oh hei! Dia membuat seakan – akan namaku
kurang bagus saja.
“ayolah
kita sudah pernah membicarakan ini, itu nama spesial untukmu, karena aku teman
spesial untukmu setidaknya bolehakan aku memanggilmu dengan nama yang spesial
juga”
Aku mencibir, karena tidak dapat
memikirkan kata – kata yang tepat untuk membalasnya.
“Carissa,
aku akan pergi” nafasku tercekat saat Pelangi mengatakan kata – kata itu.
“kemana?”
tanyaku heran, hei! Kau baru datang dan begitu saja bagaimana bisa dengan
mudahnya kau mengatakan akan pergi lagi.
“entahlah,
tapi aku akan pergi jauh” jawabnya menerawang ke langit namun bola matanya tak
lagi kosong, pendar cahaya telah bertaut di kedua bola matanya
“apa
lama?” tanyaku mulai luluh. Tapi belum selumer es krim yang diletakkan di
permukaan gurun sahara
“ya
mungkin, mungkin sangat lama?” wajahnya tampak begitu serius.
“jangan
pergi” rajukku menarik lengan tangannya.
“Carissa, apakah
kau mulai mencintaiku?” kekeh pelangi geli.
“hanya di
mimpimu” jawabku mengkel sambil menginjak kakinya, kulihat dia meringis
kesakitan.
“nisa..terimakasih”
ah, dia memanggil namaku dengan paduan senyumnya yang indah, yakin deh jantung
bakalan copot kalau nggak sering – sering olahraga.
“untuk
apa? bahkan aku belum melakukan apa – apa untukmu” tanyaku heran
“untuk
perhatianmu yang menyadarkanku bahwa hidup itu indah. Nisa, aku kesini hanya
ingin mengatakan kalau aku mencintaimu” ucap pelangi tulus, aku terpaku pada
pendar mata birunya, tubuhku seperti teraliri listrik 1000 volt saat menatap
matanya, tidak perlu menjadi Einsten untuk tahu bahwa ini bukan sekedar
lelucon.
“tapi
mulai sekarang aku tidak akan mencintaimu” setelah di aliri 1000 volt aliran
listrik, kali ini petir menyambar tepat di kepalaku.
“tapi..kena..pa?”
suaraku tercekat dan begitu saja air mataku menetes perlahan.
“sssh..biarkan
aku melanjutkan kalimatku” ucap pelangi sambil mengusap tetes air mataku yang
mulai jatuh.
“aku tidak ingin
meninggalkan kamu dengan rasa sakit” aku berusaha mencari – cari kebohongan di
matanya, tapi nihil.
“bagiku, kamu adalah orang yang luar biasa. Aku
merasa bersyukur dan beruntung untuk bertemu seseorang sepertimu. Nisa, bisakah
kau berjanji bahwa kamu akan berbahagia untukku?”Aku hanya menggeleng dan
terisak pelan, Pelangimenyentuh kedua pipiku, dan aku tetap terisak, menutup
wajah dengan kedua tanganku.
“kamu pasti bisa
nisa” ucapnya lirih
“nisa..nisa..bangun”
suara Nanda membangunkanku, aku terbangun dan mengerjapkan mata, aku merasa
bahwa tadi pelangi disampingku, apakah dia meninggalkanku lagi? Sungguh, awas
saja kalau ketemu akan kulancarkan aksi ngambek-ku
selama 10 menit, oh tidak itu terlalu mudah untuknya mungkin 20 menit, atau 15
menit saja menurutku sudah cukup. Akan kutunggu mata birunya berubah sendu dan
memohon agar aku mau menerima maaf nya.
“eh
Nanda, kamu ngapain disini?” tanyaku masih setengah nggak sadar
“kamu
yang ngapain disini?” tanya Nanda heran
“aku...aku
nunggu pelangi?” mata Nanda lagsung melotot begitu aku menyebut nama Pelangi.
“ikut
aku” seret Nanda menarik tanganku, entah kemana Nanda akan membawaku pergi,
hingga dia berhenti di salah satu gundukan tanah, ya sebuah pemakaman, Nanda
membawaku ke sebuah pemakaman, apa otak sahabatku ini mulai rusak?.
“kamu
kenapa sih bawa aku kesini” segera aku membalikkan badan mencoba menjauh, namun
seketika itu Nanda menahan langkahku,
“Nisa...lihat
ini, pelangi udah pergi sa, dia udah pergi, dia nggak mungkin kembali” teriak
Nanda tepat di depan wajah ku tampak matanya basah dan sekuat itu dia meyakinkanku.
Ah kekonyolan macam apalagi ini?
“Pelangi
masih hidup, kamu kenapa sih Nda? Kamu nggak suka aku deket sama Pelangi?”
jawabku kesal sambil menahan getir, entah apa yang ada di pikiran Nanda
sehinggaseakan – akan dia harus menjauhkanku dengan Pelangi.
“plaaaak!!”
tamparan keras mendarat di pipi sebelah kananku
“lihat
itu Nis...lihat nisan itu” kuperhatikan nisan yang di maksud Nanda bagai kubaca perlahan,
Pelangi Ardiansyah
Lahir : 06 Januari 1993
Wafat : 09 Agustus 2011
Ini nggak
mungkin, Pelangi masih hidup tadi dia duduk sama aku, Pelangi bilang sama Nanda
ini semua bohong,bilang sama Nanda kalau ini cuma leluconmu. Iya kan Pelangi?
Kamu masih hidup kan? Ayolah jangan bermain seperti ini, keluarlah, Kamu masih
disana kan Pelangi? Kamu belum pergi kan? Pelangi jawab aku!!.